Senin, 01 Januari 2018
Gang Dolly, kampung nan berkesan
Foto di atas merupakan foto yang kami ambil bersama dengan salah satu warga yang ada di Gang Dolly. Ibu Mujiyanti namanya.
Orang yang hidup penuh dengan kesederhanaan, di tempat tinggal yang mempunyai banyak stigma negatif di dalam masyarakat.
Beliau, hidup di rumah yang begitu sederhana, sangatlah sederhana lebih tepatnya. Kondisi bangunan yang kumuh dan lingkungan yang kumuh pula yang biasanya hanya saya lihat di televisi, saat itu saya alami sendiri bagaimana keadaan jika hidup di dalamnya. Sungguh, hanya semalam saya tidur di sana, saya sudah merasakan tidak nyaman, tidak betah, dan rasanya ingin pulang.
Keadaan itu membuat saya menjadi lebih besyukur dengan apa yang saya miliki saat ini. Kehidupan yang benar-benar berbanding terbalik dengan kehidupa saya saat ini.
Meskipun hidup penuh dengan kesederhanaan, ibu Mujiyanti sangatlah dermawan. Dari keempat anaknya, ia memiliki satu orang anak yang dia angkat. Sungguh, saya tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata tentang begitu mulianya sikap beliau.
Padahal, kebanyakan masyarakat saat ini hanya mementingkan kehidupannya sendiri tanpa mau memikirkan kehidupan orang lain.
Banyak pelajaran yang bisa kami ambil dari kehidupan Ibu Mujiyanti. Saya harap, masih banyak orang lain yang hatinya mulia seperti beliau...
KKL Madura - Surabaya - Blora
Hula! Perkenalkan nama saya Devi Fiinaa Fauzia Adzim dari jurusan
Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta.
Disini saya akan membagikan pengalaman saya ketika mengikuti KKL yang mana mata
kuliah tersebut wajib diikuti oleh semua mahasiswa Pendidikan Sosiologi di
semester 3. Tujuan KKL yang diadakan pada tanggal 6 Desember 2017 – 9 Desember
2017 adalah Madura tepatnya di ex Pelabuhan Kamal dan Kampung Batik di
Bangkalan, kemudian dilanjutkan ke Surabaya tepatnya di ex Gang Dolly dan
berakhir di Blora tepatnya di Dusun Tambak, Desa Sumber, Kecamatan Cepu,
Kabupaten Blora yang mana disana merupakan tempat tinggal Sedulur Sikep atau
lebih dikenal dengan Suku Samin.
Day-1 (Rabu, 6 Desember 2017) Perjalanan Menuju Madura
Selepas maghrib kami diharuskan sudah berkumpul di Hall Rektorat Universitas Negeri Yogyakarta karena perjalanan dilakukan pada malam hari. Saya berangkat dengan diantar oleh ayah saya dengan membawa barang bawaan yang cukup berat, yaitu satu koper dan satu tas ransel. Sesampainya di kampus, saya bertemu dengan teman-teman yang ternyata juga membawa barang bawaan hampir sama seperti yang saya bawa. Yang membuat saya berfikir bahwa bukan saya sendirilah yang rempong. Tidak lupa kami berfoto sebelum keberangkatan dengan gaya tereliminasi seperti acara yang ada di tv. Sebelumnya saya bertemu dengan teman-teman dan kakak tingkat satu divisi yang ada di HIMA DILOGI, mereka pun memberikan saya bingkisan yang didalamnya terdapat berbagai macam jajanan dan tidak lupa pesan yang cukup menyentuh dari mereka.
Kurang lebih pukul 19.40 kami bus yang membawa kami pun berangkat
menuju tempat tujuan pertama yaitu Madura. Dalam perjalanan pun saya kebanyakan
digunakan untuk tidur karena memang dari pagi hingga sorenya saya tidak sempat
tidur karena sibuk mempersiapkan apa saja yang diperlukan untuk KKL.
Day-2 (Kamis, 7 Desember 2017) Perjalanan Menuju Madura
Pagi harinya kami berhenti di salah satu SPBU yang ada di Jombang untuk menunaikann ibadah sholat shubuh. Perjalanan kami sedikit terhambat karena kemacetan akibat adanya kecelakaan yang menyebabkan kami pukul 04.30 pagi baru sampai di daerah Mojokerto.
Perjalanan dilanjutkan. Sekitar pukul 08.00 sebelum Jembatan
Suramadu, 5 mahasiswa dari UNESA masuk ke dalam bus kami. Mereka bermaksud
untuk menemani dan membimbing kami dalam melakukan observasi di ex Pelabuhan
Kamal maupun di ex Gang Dolly.
Saat memasuki Jembatan Suramadu, tidak lupa kami mengabadikannya
dengan memotret pemandangan yang ada disana (maklum baru pertama kali menyeberangi
Jembatan Suramadu,hehe..)
Setelah itu kami menuju Rumah Makan Ole Olang untuk sarapan dan
membersihkan badan. 78 mahasiswa pun antri untuk mandi padahal kamar mandi yang
ada disana tidaklah banyak, alhasil cukup lama pula saya mengantri. Setelah
mandi saya merasakan bahwa badan saya mulai tidak enak, mungkin dikarenakan
saya memiliki darah rendah. Kemudian setelah selesai mandi dan sarapan kami pun
melanjutkan perjalanan ke Desa Kamal. Di dalam bus saya merasa pusing dan badan
saya mulai panas, saya pun berinisiatif untuk minum vitamin C.
Desa Kamal
Sekitar pukul 10.00 kami sampai di Balai Desa Kamal. Hawa disana benar-benar panas, saya pun mulai merasakan panas pula di dalam tubuh saya. 11 rombongan kemudian dikelompokkan menjadi 5 untuk melakukan observasi sesuai dengan instrumen yang telah dipersiapkan bersama dengan kelima mahasiswa dari UNESA tersebut. Desa Kamal sendiri terletak dekat dengan pantai yang berjarak kira-kira 20 meter saja.
Saat observasi kami mewawancarai warga yang ada di rumah-rumah
penduduk disana. Beruntung ketika melakukan wawancara kelompok kami bisa
mewawancarai Kepala Desa setempat sehingga informasi yang didapatkan pun cukup
banyak dan akurat. Dari hasil wawancara dengan berbagai narasumber, dapat diambil
informasi bahwa dulunya Desa Kamal merupakan pelabuhan yang sangat ramai
sebelum dibangunnya Jembatan Suramadu. Warga disana pun kebanyakan berprofesi
sebagai pemilik kapal atau hal-hal yang berhubungan dengan jalannya pelabuhan
tersebut. Akan tetapi setelah dibangunnya Jembatan Suramadu, pelabuhan tersebut
menjadi sepi karena kebanyakan orang lebih memilih menyeberang menggunakan
jembatan dikarenakan lebih mudah. Dengan dibangunnya jembatan, warga disana
mengakui bahwa tidak ada konflik yang terjadi dan warga hanya bisa pasrah
menerima apa yang dilakukan oleh pemerintah. Desa Kamal saat ini sedang mencoba
mengembangkan budaya-budaya yang ada disana untuk menarik para wisatawan.
Perubahan memang selalu terjadi seperti
roda berputar, terkadang di atas terkadang di bawah. Saya pun yakin jika Desa
Kamal dapat kembali berjaya.
Kampung Batik Paseseh, Tanjungbumi,
Bangkalan, Madura
Setelah bereksplorasi
di Desa Kamal, sekitar pukul 13.00 kami pun melanjutkan ke salah satu sentra
pengrajin batik Madura yaitu di Desa Paseseh, Kecamatan Tanjungbumi, Kabupaten
Bangkalan, Madura. Begitu
masuk lingkungan rumahnya, tampak beberapa gentong yang digunakan untuk proses
pembuatan batik. Kamipun berdiskusi dengan pengrajin batik setempat,
pembahasannya pun cukup menarik karena adanya campuran tradisi dan modernitas
dalam proses pembuatannya. Perlu
kalian ketahui, Batik Madura yang terkenal adalah batik gentongan, batik ini
dibuat dengan proses pewarnaan menggunakan gentong. Penggunaan bahan-bahan
alami mendasari batik ini sehingga perlu menggunakan gentong dalam prosesnya.
Terdapat banyak hal yang menarik yang dapat digali di Desa Paseseh ini, namun
sayangnya kami terkendala oleh waktu yang terbatas.
Gang Dolly
Setelah di Madura, kami kemudian melanjutkan perjalanan ke ex Gang Dolly sekitar pukul 17.00. Perjalan yang ditempuh cukup memakan waktu. Saya pun menikmati perjalanan dengan tidur karena kondisi tubuh saya yang kurang sehat akibat perbedaan suhu antara di bus dengan di Madura.
Kira-kira kami sampai di Surabaya pukul 9 malam. Saat itu terjadi miss
komunikasi dan kurangnya koordinasi yang menyebabkan kami harus berjalan
sekitar 1km untuk mencapai Gang Dolly. Akan tetapi saya tidak ikut berjalan
dikarenakan kondisi badan yang kurang sehat, sehingga saya pun naik GO-CAR
dengan ditemani oleh ibu dosen dan beberapa teman saya yang sakit. Setelah
sampai kami pun dibagi dalam beberapa kelompok untuk tidur di rumah warga. Saya
yang kurang sehat pun langsung menempatkan diri untuk tidur, akan tetapi
teman-teman saya yang lain menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dengan
Ibu Mujiyanti yang menampung kami di rumahnya.
Kondisi hunian dibawah garis kelayakan dan perumahan dengan jalan
sempit yang biasanya hanya saya lihat di televisi pun terpampang jelas di depan
saya. Keadaan kehidupan yang begitu sederhana membuat saya lebih banyak
bersyukur atas apa yang diberikan oleh Allah saat ini kepada saya. Meskipun Ibu
Mujiyanti hidup dalam kesederhaan, ia melakukan tindakan mulia yaitu dari
keempat anaknya, salah satu diantaranya merupakan anak angkat. Tidak banyak
informasi yang secara langsung saya dapatkan mengenai ex Gang Dolly tersebut
dikarenakan masih banyak rahasia di dalamnya..
Day-3 (Jumat, 8 Desember 2017) Perjalanan Menuju Desa Sumber, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora
Kurang lebih pukul 5 sore kami sampai di Desa Sumber dan langsung
disambut cuaca yang mendadak gerimis dan oleh bapak-bapak pengurus desa
tersebut. Kami pun dipersilahkan untuk masuk ke balai Desa Sumber yang disana
kami dijelaskan banyak hal oleh bapak kepala desa dan pengurus desa setempat
tentang Sedulur Sikep atau yang lebih akrab dikenal dengan Suku Samin.
Setelah makan malam dan sholat maghrib kami pun beranjak ke Dusun
Tambak dimana suku tersebut tinggal. Perjalanan kami ditempuh menggunakan bus
sekitar 300m dari balai desa kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar
15 menit. Kondisi jalan disana tidak rata sehingga membuat saya kesulitan
membawa barang bawaan seperti koper. Gerimis pun masih terasa sehingga
menyebabkan kami sedikit terburu-buru untuk sampai di rumah warga setempat
karena semakin lama suhu pun semakin dingin.
Saat sampai di rumah warga setempat, kami disambut dengan hangat
oleh tuan rumah. Mereka benar-benar ramah kepada kami. Dalam berkomunikasi
sehari-hari, mereka menggunakan bahasa Jawa dan sedikit kesulitan apabila
menggunakan bahasa Indonesia. Kami pun menyesuaikan dengan keadaan tersebut,
walaupun saya sendiri terbilang tidak pandai bahasa Jawa (padahal saya asli
jogja). Jadi saya lebih banyak mendengarkan teman-teman yang lain dan
sedikit-sedikit bertanya secara personal kepada sedulur sikep yang ada
disana. Kami berbincang-bincang hingga larut malam, dan sebelum tidur kami
dipersilahkan untuk makan makanan yang telah disediakan oleh tuan rumah.
Padahal sebelum menuju Dusun Tambak kami sudah makan, jadi saya hanya mengambil
sedikit saja karena masih kenyang, hehehe...
Selepas membersihkan diri kami pun bersiap untuk tidur. Kami yang
saat itu berjumlah sekitar 10 orang tidur bersama dalam satu tempat yang berada
di ruang tamu rumah tersebut. Walaupun sedikit berdesakan akan tetapi tidur
disini sangatlah nyaman, karena faktor suhu udara yang dingin sehingga kami pun
menikmati tidur hingga keesokan harinya.
Banyak hal yang bisa kita dapatkan ketika berkunjung kesini, karena
mereka menerapkan kehidupan yang benar-benar
membuat nyaman tanpa adanya konflik sedikitpun. Sehingga jarang sekali
ditemukan adanya masalah yang sampai menyebabkan konflik di suku tersebut,
hampir tidak ada malah. Hal itu dikarenakan sedulur sikep begitu
menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan konflik itu terjadi, seperti
menggunjing orang lain dan sebagainya.
Perjalanan ke Semarang + Kembali ke Yogyakarta
Setelah menginap satu malam di Desa Sumber, kami pun beranjak untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya yaitu ke Semarang. Tidak lupa kami berpamitan kepada warga setempat dan tidak lupa pula kami berfoto bersama.
Setelah menempuh beberapa jam, kami pun tiba di Semarang. Di sana
kami menuju objek wisata Sam Po Kong. Sebenarnya kurang worth it ketika
kami kesana, karena hujan gerimis yang melanda. Saya pun lebih suka
menikmatinya dengan duduk di kursi, di bawah pohon beringin sambil mengobrol
dengan teman dan menikmati pertunjukan barongsai. Disana, tidak lupa pula kami
berfoto dengan teman sekelas.
Selepas dari Sam Po Kong kami menuju salah satu pusat oleh-oleh
Kota Semarang, kemudia langsung melanjutkan perjalanan untuk kembali ke Kota
Jogja tercinta.
Langganan:
Postingan (Atom)