Jumat, 08 Februari 2013

Seandainya


“Gilaaaaaannggg!!!! balikin tempat pensilku!!” teriakku.
Gilang. Orang yang menyebalkan. Sifatnya yang kekanak-kanakan membuatku muak. Tiada hari tanpa dikerjai olehnya. Aku mengenalnya sejak aku bersekolah di salah satu SMP ternama di Yogyakarta, kira-kira 4 bulan lalu. Dan selama itu pula dia tak kehabisan akal untuk mengerjaiku. Setiap hari ada saja ulahnya yang membuatku naik darah. Contohnya hari ini, dia mengambil tempat pensilku.
“Bukan aku yang ngambil tempat pensilmu!”
“Bohong! Tadi Nindi nglihat kamu lagi ngambil tempat pensilku”
Gilang langsung melotot ke arah Nindi. Sepertinya dia kesal karena Nindi sudah memberitahuku kalau dia yang mengambul tempat pensilku.
“Cepat balikin!! teriakku.
“Sini kalau berani, wek!”
“Sial”
“Sabar ya Sof” kata Rani, sahabatku.
Kali ini aku tidak mau mengejarnya, aku sudah bosan dengan tingkahnya itu. Dengan penuh emosi aku kembali ke tempat duduk dan tidak menggubrisnya.
Aku kira dia akan mengembalikan tempat pensilku jika aku tidak mempedulikannya. Ternyata aku salah, sampai bel tanda istirahat selesai dia tidak mengembalikannya. Terpaksa aku meminjam pulpen milik Rani. Tapi sebenarnya bukan hari ini saja aku meminjam pulpennya, karena bukan kali ini saja Gilang mengambil tempat pensilku.
 Selama pelajaran aku tidak bisa konsentrasi, aku begitu kesal pada Gilang.
“Aku salah apa coba ke dia sampai dia jail ke aku terus menerus kayak gini? tanyaku pada Rani saat istirahat ke-2.
“Aku juga nggak tau Sof, dia dari kelas 7 emang suka usil. Jangan-jangan dia suka sama kamu lagi”
“Huss! Ngawur kamu! Udahlah jangan ngomongin dia, bikin badmood.
“Aku duluan ya Ran”
“Iya, hati-hati di jalan ya”
“Siap, kamu juga ya. Daa”
            Setelah berpamitan dengan Rani aku langsung berjalan pulang ke rumah. Jarak antara rumahku dan sekolah tidak begitu jauh, hanya butuh waktu 5 menit, jika berjalan.
            Saat sudah sampai di depan rumah, ternyata Gilang sedang menungguku di sana.
“Sial, dia lagi” kataku dalam hati.
            Tanpa mempedulikannya aku langsung masuk ke dalam rumah. Ternyata dia memanggilku, dengan terpaksa aku menoleh padanya.
“Apa?” tanyaku ketus.
“Aku cuma mau balikin ini”
            Ternyata dia mengembalikan tempat pensilku. Tanpa pikir panjang aku langsung mengambilnya lalu segera masuk ke dalam rumah, tanpa mengucapkan terimakasih. Lagian ngapain juga pake bilang terimakasih segala, toh udah kewajiban dia buat mengembalikan apa yang dia ambil.
***
            Keesokan harinya Gilang tidak  masuk sekolah. Senang banget rasanya kalau dia nggak ada. Setidaknya aku bisa beristirahat dari tingkah usilnya selama sehari ini. Tapi ternyata, aku salah.
            Sudah seminggu dia tidak masuk, selama itu pula aku merasa ada sesuatu yang hilang. Perlahan aku mulai ada perasaan ke dia. Aku mulai berpikir dia orangnya lumayan juga kalau dilihat dari segi fisiknya. Walaupun dia suka usil, tapi dia termasuk anak pandai di kelas dibandingkan anak laki-laki yang lainnya.
            Tiba-tiba Rani menghampiriku.
“Kamu Ran, bikin kaget aja. Ada apa? Kok pake lari-larian segala?”
“Aku punya info tentang Gilang” katanya dengan nafas yang masih tersengal-sengal.
“Tarik nafas dulu gih biar lebih tenang”
            Rani pun segera menarik nafas.
“Oke, sekarang ceritain, kamu punya info apa tentang Gilang?”
“Gilang pindah ke Bandung, ikut ayahnya yang dipindah tugaskan ke sana”
“Hah? Seriusan? Kok dia nggak bilang-bilang kalo mau pindah?”
            Rani mengangkat bahu. Aku hanya bisa terdiam. Sedih, kecewa semua campur aduk jadi satu. Selama pelajaran aku tidak bisa konsentrasi, dan hanya memikirkan Gilang.
***
            Sepulang sekolah aku membuka akun email ku. Ternyata ada satu email dari Gilang.
Hai sofi. Baru seminggu nggak ketemy, rasanya kangen nih kalau nggak ngejailin kamu, hehe:p Maaf ya kalau selama ini aku orangnya jail ke kamu. Sebenarnya aku suka sama kamu. Semenjak pertama kali kamu pindah ke Jogja. Dan mulai saat itu, aku mulai berfikir buat ngejailin kamu supaya aku bisa deket sama kamu. Tapi ternyata, kamu malah jadi benci sama aku. Maaf aku baru bisa bilang sekarang, karena aku nggak punya nyali buat mengungkapkan ini ke kamu. Aku berharap kamu punya perasaan yang sama. Maaf juga karena aku nggak bilang kalau aku pindah ke Bandung.Kamu baik-baik ya di JogjaJ
                                                                                                            Salam kangen                                                                                                                               Gilang
Setelah membaca email dari Gilang aku terdiam. Ada nggak tau harus gimana.
“Kenapa kamu baru bilang sekarang? Kenapa nggak dari dulu Gilang?!”
Seandainya.... Aku tahu sejak awal......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar